Wisata Alam Bontang Tak Laku

shares

Wisata Alam Bontang Tak Laku - Meski hanya seluas “ujung jari” dan tergolong kota industri, bukan berarti Bontang tidak mempunyai potensi wisata yang bisa jadi andalan. Buktinya, para profesor dari beberapa perguruan tinggi ternama di Kaltim mengakuinya. Mereka adalah tim penilai panji-panji keberhasilan pembangunan bidang budaya dan pariwisata Kaltim.

Menurut guru besar Fakultas Ekonomi (Fekon) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Suharno, ketika memberi potensi, tentunya harus berpatokan pada analisis SWOT yang meliputi strengths (kekuatan), weaknesses (kelemahan), opportunities (peluang), dan threats (ancaman). “Jangan semata-mata selalu berpikiran tentang output dan pendapatan daerah. Biasanya, kalau orang mau wisata itu kan ke Bali. Nah kalau ke Bontang, bukan semata-mata untuk wisata, tapi potensi industrinya. Jadi, pariwisata itu merupakan sebuah impact (dampak, Red) dari industri, investasi, bisnis, hingga aktivitas pendidikan. Karena itu semua merupakan alat untuk berwisata,” katanya, kemarin.

Ia mencontohkan, di Bali ditunjang kondisi alam berupa pantai dan budaya. Sedangkan di Yogyakarta ditunjang kondisi alam hingga peninggalan sejarah lainnya. Bontang sebagai kota industri tentunya tidak bisa berharap pada potensi wisata alam. Maklum, luasnya hanya 497,57 kilometer persegi, dengan luas daratan hanya sekitar 30 persen saja. Lalu bagaimana dengan Bontang? “Saya lihat ada sebuah potensi besar. Misalnya, kenapa kok di Bontang ada taman mangrove. Itu kan potensi wisata yang tidak sengaja. Secara tidak sadar ada kepentingan sosial. Sehingga ada pergeseran dari kepentingan sosial menjadi profit oriented (berorientasi keuntungan, Red),” jelasnya.

Suharno menambahkan, fasilitas untuk wisata ada standarisasinya. Mulai dari kenyamanan, kelengkapan fasilitas, dan infrastruktur penunjang lainnya. Menurut pengamatannya, fasilitas yang ada di Bontang lebih cocok untuk industri, bisnis, dan pendidikan. “Keadaan di Bontang tidak akan memungkinkan untuk dijadikan kota wisata. Makanya yang bisa dijual itu ya potensi industri, investasi, bisnis, hingga pendidikan. Dan secara tidak langsung potensi wisata akan muncul dengan sendirinya,” katanya.

Selain itu kata Suharno, potensi yang bisa diandalkan dari Bontang adalah ikon. “Bontang itu ikonnya apa? Kan ada ciri khas baju batik dengan ornamen burung kuntul. Itulah yang namanya simbol, identitas, karakter, dan membawa konsekuensi. Kalau batik kuntul dipromosikan, akan menarik wisatawan untuk datang. Sehingga, potensi wisata akan datang dengan sendirinya,” jelasnya.
Hal senada dikatakan FL Soediran, guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda. Ia menjelaskan, tim penilai mengambil sampel di taman mangrove yang mewakili wisata alam, kawasan kuliner, dan Taman Bontang City Park. “Wisata digalakkan sebagai ganti SDA (Sumber Daya Alam, Red) yang suatu saat akan habis. Sehingga, bisa memberikan multiplier effect. Misalnya, potensi kelautan untuk kesejahteraan nelayan, wisata industri untuk studi banding, serta wisata taman mangrove untuk pendidikan tentang bagaimana alam bisa mengembangkan telur ikan,” terangnya.

“Kemudian ada juga wisata budaya tari-tarian sampai wisata agro dengan sampel kelapa sawit. Itu semua bisa dicoba untuk dijadikan potensi wisata. Sehingga, Bontang tidak terfokus pada penanganan wisata alam. Dengan demikian, dengan sendirinya income (pendapatan, Red) ke daerah akan masuk secara kontinu. Prinsipnya, income besar tapi modal murah,” lanjutnya.

Menurutnya, selama ini wisata itu selalu identik dengan keuntungan. Padahal, makna dari wisata itu harus dinikmati semua kalangan. Intinya, bagaimana semua masyarakat dari kalangan bawah, menengah, dan atas bisa menikmati wisata yang memiliki produk sama. “Namanya wisata, orientasinya tidak bisa profit oriented, tapi social oriented (berorientasi sosial, Red). Jadi, jangan harap wisata itu bisa menunjang pendapatan. Kenapa social oriented, karena wisatawan itu datang ke suatu tempat wisata untuk liburan, menghilangkan stres, sampai menenangkan pikiran,” katanya.

Sementara, Sudarsono dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim menyoroti taman mangrove di Kelurahan Berbas Pantai. Menurutnya, kualitas bangunan di sana tidak sesuai. “Kualitas bangunanan taman mangrove tidak sesuai dengan yang diharap. Mungkin karena mengejar target. Namun tim ini dibentuk bukan semata untuk kompetisi, tapi menjadi motivator,” ujarnya.

Terpisah, Kabid Destinasi Disbudpar Kaltim Achmad Herwansyah menambahkan, penilaian tersebut digelar untuk memperingati HUT ke-57 Pemprov Kaltim. “Ada kriteria penilaiannya. Seperti objek wisata, informasi wisata, fasilitas, penyelenggaraan event wisata, dan lainnya. Semuanya akan dinilai. Tim ini mengukur secara profesional, bukan generalisasi,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Disbudpar Bontang Sutrisno mengaku optimistis jika Kota Taman bisa menyabet gelar di bidang kebudayaan dan pariwisata. “Tahun lalu kami tidak dapat (gelar, Red). Insya Allah tahun ini juga dapat. Karena Bontang menonjol dari wisata kuliner, kelautan, industri, dan taman,” pungkasnya.
-sapos.co.id-

Related Posts