Pantai Bambang yang Terabaikan
16.49.00 |
Masih di Lumajang. Setelah berpanas ria sekitar 2 jam di Pantai Watu Pecak,
saya bergegas berkemas untuk melanjutkan mengunjungi pantai
berikutnya. Pemilik warung di Pantai Watui Pecak, memberitahu pantai
terdekat adalah Pantai Bambang. Rutenya, cukup kembali ke jalan utama.
Lalu belok kiri ikuti jalur baru JLS (Jalur Lintas Selatan) Lumajang
yang belum diaspal. Tiba di perempatan, belok ke kiri lagi. Ikuti jalan
beraspal. Akan sampai di Pantai Bambang.
Sesuai petunjuk singkat tersebut, akhirnya perjalanan pun dilanjutkan.
Selepas melewati JLS yang lebarnya lebih dari 8 meter tapi berdebu, kami
susuri jalan beraspal mulus. Di kiri nampak rumah-rumah nelayan yang
sepi. Sebelah kanan ada sawah-sawah yang agak mengering. Tak sampai 30
menit, akhirnya masuk hutan Jati yang dikelola Perum Perhutani. Di
gerbangnya bertuliskan “Selamat Datang Wana Wisata Pantai Bambang”.
Sesaat memasuki kawasan pantai, nampak aktifitas penambangan pasir di sisi kanan jalan yang begitu sibuk. Mesin-mesin Beckhoe
ramai menderu. Bergerak lincah mencaplok pasir pantai dan
memindahkannya ke truk-truk yang sudah antre. Begitu sudah penuh terisi
pasir, segera truk-truk itu bergerak satu demi satu meninggalkan pantai.
Menyisakan kepulan asap dan raungan Beckhoe yang terus bekerja.
Ini bertolak belakang dengan suasana pantai yang sepi. Di halaman parkir hanya ada satu mobil pick up. Dua
motor diteduhkan di bawah pohon rindang. Rumah-rumah penduduk yang
sekaligus berfungsi sebagai warung sederhana juga nampak sepi. Saya
celingak celinguk barangkali ada petugas loket atau tiket yang mendekat.
Ternyata nihil. Tanpa dikomando, saya, Toriza, Darmaji dan Ali pun
bergegas menuju ke pantai.
Lazimnya pantai selatan Jawa, angin keras pun datang menerpa saat mendekati pantai. Banner
peringatan dilarang mandi tertulis jelas dan besar di tiang menara
pandang. Larangan ini tidak main-main karena di bawa sana, ombak Pantai
Bambang memang bergolak. Datang bergelombang silih berganti menyapu
pantai. Karena ombaknya yang besar, pantai ini terlarang untuk mandi dan
pendaratan nelayan.
View Pantai Bambang lumayan cantik. Sepanjang pantai terhampar
pasir hitam. Khas pantai Lumajang. Di beberapa titik nampak batu-batu
cantik beraneka bentuk dan ukuran berserakan. Ada yang sebesar
kelingking. Ada pula yang sebesar lengan. Warnanya ada yang putih,
coklat juga hitam. Di ujung Barat, agak jauh, nampak bukit-bukit hijau
menambah keindahan.
Sayangnya, potensi alami Pantai Bambang belum digarap secara maksimal.
Dibandingkan pantai selatan Jawa lainnya, seperti di Gunung Kidul,
Pacitan, Malang Selatan atau Banyuwangi, pantai Bambang (dan pantai
Lumajang lainnya) jauh tertinggal. Fasilitas penunjang masih minim. Di
beberapa sudut pantainya kotor. Banyak sampah berserakan. “Masyarakat di sini kurang peduli dengan kebersihan,”
kata Mas Budi warga asli Pantai Bambang. Tak heran, lanjut Mas Budi,
pantai ini hanya ramai di hari minggu dan hari besar saja. Di hari-hari
biasa… sepi.. Bahkan sangat sepi! Contohnya hari itu, hanya saya
berempat dan dua sejoli yang mampir ke pantai Bambang.
Bahkan, potensi ekonomi rakyat berupa batu-batu hias khas pantai Bambang
pun tidak tersentuh. Mas Budi, dan penduduk yang tinggal di Pantai
Bambang harus berjuang sendiri dalam memasarkan batu-batu hias yang
mereka ambil dari pantai. Padahal batu-batu ini punya nilai ekonominya
cukup tinggi.
Saya tidak tahu pasti mengapa potensi wisata di Lumajang ini belum
tergarap secara maksimal. Mungkin pajak dari hasil penambangan pasir
laut dan pasir Semeru lebih memikat dan menguntungkan. Maka tak perlu
heran kalau lewat Lumajang akan banyak menjumpai deretan truk-truk
besar bermuatan pasir memenuhi jalan raya menuju luar kota. Semoga ke
depan, wisata Lumajang lebih maju dan berkembang.
1. Sosok Wanita Perkasa Pantai Watu Pecak
2. Gladak Perak yang Legendaris
3. Eksotisnya Puncak B29
Sumber : Kompasiana