Menyusuri Eksotisme Gua Pindul
16.44.00 |
Rasa bungah menguasai perasaan saat
menjejakkan kaki di Kota Jogjakarta, meski saya tak terlalu asing
dengan kota ini tetapi setiap kunjungan tak sirna juga perasaan takjub.
Jogjakarta di awal 1990-an sempat saya jadikan kota harapan untuk
menuntut ilmu, namun apa boleh buat takdir membelokkan saya merantau ke
kota lain.
Usai perjalanan membelah awan di udara selama
kurang dari satu jam terlalui, dengan bus pariwisata kami rombongan
sekitar 20-an orang menuju Eastparc Hotel di kawasan Sleman. Team dari
JNE sudah standby lebih dulu di teras hotel, menyambut kedatangan kami
sambil membagikan voucher sarapan di restaurant. Perut sepertinya memang
sudah tak sabar minta diisi, mendorong langkah kaki lebih bergegas
menjangkau tempat makan.
Sepuluh pemenang dari Kompasiana empat
berasal dari Jabodetabek, satu dari Cianjur, dua Kompasianer dari
Jogjakarta, tiga Kompasianer lainnya tersebar di Purwokerto, Medan dan
Batam. Tak lama setelah kami usai sarapan di Eastpac, Mbak Riana
Kompasianer Jogja datang menghampiri. Kami saling berkenalan dan saling
menyapa, sementara K-ers Mbak Grace dari Jogja dan Mbak Pungky dari
Purwokerto menyusul pada acara malam hari. Dua Kompasianer yang terpaksa
tidak bisa bergabung adalah mas Venus dari Medan, dan Mbak Cucum dari
Batam.
Kehadiran Mbak Riana pagi itu menambah
semarak team K-ers, sekaligus menjadi tempat saya bertanya tentang obyek
yang dituju. Semula saya sempat keselo lidah dengan menyebut Gunung
Pindur, mbak Riana dengan telaten membetulkan sebutan Gua Pindul.
Sekitar pukul 10 perjalanan menuju Gua Pindul
dimulai, gua ini tepatnya berada di desa Bejiharjo kecamatan Karangmojo
Kabupaten Gunungkidul. Waktu tempuh yang diperlukan sekitar satu jam
lebih tiga puluh menit, perjalanan tak terasa panjang dan menjemukan.
Mas Yudi sang pemandu piawai menghibur dengan kuis dan tebakan, bahasa
Indonesianya yang santun menandakan beliau orang Jawa tulen. Rasa kantuk
yang mencoba menyergap mendadak hilang, apalagi pihak JNE menyediakan
voucher belanja bagi penjawab yang benar. Saya beruntung menjadi
penerima hadiahnya, setelah berhasil menaklukkan tebak tebakkan Mas Yudi
yang ramah. Perjalanan kami terhenti di sebuah rumah makan, setting
waktu sangat tepat karena mendekati saat shalat Jumat.
Rumah makan berbentuk bangunan joglo menyediakan menu khas Jawa, sedang desert disediakan
dawet yang manis dan nikmat. Tak jauh dari rumah makan berdiri sebuah
masjid, tempat kami umat muslim menjalankan kewajiban shalat Jumat
seminggu sekali.
Usai semua urusan tertunaikan Mas pemandu meminta
naik ke bus kembali, tujuan selanjutnya adalah Gua Pindul. Waktu tempuh
tak sampai tiga puluh menit, Bus kembali parkir di tanah lapang yang
strategis. Sebuah basecamp disediakan oleh kelompok Dewa Bejo, kata lain dari singkatan Desa Wisata Bejiharjo menjadi pemandu kami. Setelah sedikit briefing dan berdoa dipimpin seorang bapak, kami dibagikan baju pelampung dan ban karet besar. Dari tempat basecamp kami
menyusuri anak tangga menanjak melewati situs napak tilas Panglima
Besar Jendral Sudirman, kemudian anak tangga kembali turun menuju Gua
Pindul.
Dari
pingir mulut gua setiap peserta duduk dalam ban, dengan posisi sedikit
rebahan seperti di kolam renang ban mengapung di atas aliran air. Kira
kira setiap sepuluh peserta dalam ban besar disambung dengan tali,
kemudian diawasi seorang pemandu bertopi seperti helm proyek dengan
lampu senter di bagian depan penutup kepala. Kegiatan ini dikenal dengan
istilah cave tubing atau mengarungi sungai bawah tanah, sang pemandu dengan telaten menjelaskan kisah di balik terjadinya Gua Pindul.
Aliran
sungai bawah tanah dimulai dari mulut gua sampai bagian akhir gua
sepanjang 350 meter. Ban pelampung membantu kami melewati aliran air
sepanjang perjalanan. Lebar gua rata-rata sekitar 5 meter ada beberapa
titik yang lebih sempit, dengan lebar sekitar dua meter membuat kami
musti waspada agar kepala tidak membentur dinding gua. Sementara selama
perjalanan menyusuri gua kami bisa menikmati keindahan pahatan bebatuan
di bagian atas dan pinggir gua, jarak permukaan air dengan atap gua
sekitar 4 meter. Penulusuran di dalam gua akan terdapat formasi bebatuan
stalaktit, yaitu sejenis mineral sekunder yang menggantung di
langit-langit gua kapur. Sebagian lain stalaktit ada yang
sudah tumbuh sampai bawah dan menjadi seperti pilar, beberapa bagian ada
batuan karst masih hidup tandanya meneteskan air. Ada juga batu yang
dinamakan batu gong, ketika permukaan batu dipukul mengeluarkan bunyi
nyaring seperti gamelan gong.
Gua
Pindul terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona terang (di awal dan akhir
penelusuran), zona remang (setelah pintu masuk dan menjelang pintu
keluar) dan zona gelap (berada di pusat gua. Pada zona remang dan gelap
terdengar suara kelelawar dan kepakan sayap pertanda sedang terbbang.
Menyusuri aliran sungai Gua Pindul memakan waktu kurang lebih selama
satu jam, berakhir di sebuah “dam”. Aliran sungai di dalam Gua Pindul
berasal dari sumber air Gedong Tujuh, menurut Pak Pemandu sebut saja pak
Slamet obyek wisata Gua Pindul diresmikan pada akhir 2010.
Desa
Bejiharjo terletak di kawasan perbukitan yang didominasi oleh batuan,
mencapai kawasan ini kami melintasi jalanan berkelok-kelok. Mas Yudi
mewanti-wanti agar minum obat antimabuk bagi yang tak tahan, perjalanan
ke tempat tujuan melewati kawasan Wonosari yang berada di bawah
Kabupaten Gunung Kidul.
Saya
pribadi cukup terkesima dan takjub dengan eksotisme Gua Pindul, obyek
yang sangat cantik ini tentu menambah panjang daftar obyek wisata di
bumi tercinta. Dampak yang jelas terlihat adalah geliat perekonomian
masayarakat sekitar, mendapat berkah dari kehadiran wisatawan yang
berkunjung ke wilayah ini. Bus pariwisata cukup piawai mengemas
perjalanan, yaitu dengan menyediakan makanan khas Jogja seperti jajanan
pasar. Namun perjalanan belum sempurna kalau tidak dilanjutkan dengan
penyusuran berikutnya, dan sungai Oyo menjadi rangkaian outbond
selanjutnya.
(bersambung)
Baca Juga:
Bersama JNE Menuju JogjakartaRafting-di-sungai-oyo-gunung-kidul
Sumber : Kompasiana