Balikpapan Kota Indah Sulit Air

shares

Balikpapan Kota Indah Sulit Air - Hujan, gelap gara-gara mati lampu di pekan ketiga aku mengais rezeki di bumi Borneo. Tepatnya di Balikpapan. Tempat yang indah, kaya budaya, masyarakat heterogen, dan kota yang bersih.

Teringat aku akun kompasiana yang lama tidak ku jamah. Kesibukan kerja melupakan sesaat portal berita milik “sejuta” umat ini.

Takjub aku memerhatikan geliat kota ini. Sejak pagi hingga malam. Meski tak seramai Palembang, tetapi kota ini terasa bergairah.

Banyak investor datang, tamu-tamu mancanegara, pelancong yang walau sekedar singgah sebelum meneruskan perjalanan ke kota-kota lain di pulau ini.

Kota yang heterogen, berbagai suku mengadu nasib di kota ini. Mulai dari pedagang kecil, pengusaha menengah, hingga investor kelas kakap.

Tapi bagaimana kesiapan pemerintah menyambut semangat pendatang. Aku belum tahu banyak soal birokrasinya, tetapi satu persoalan yang ku sesalkan.

Air sebagai kebutuhan utama masyarakat kota berpenduduk kurang dari satu juta jiwa ini tidak memadai. Disaat teman-teman di Sumatera dan Jawa dilanda banjir, beberapa penduduk kota ini malah masih kesulitan air.

Masih ku ingat, ratusan orang panik mengetahui semburan lumpur bercampur gas di Manggar beberapa minggu lalu. Warga yang berinisiatif membuat sumur bor malah mendapatkan petaka. Satu rumah dan satu masjid ambruk.

Warga tidak mengetahui atau mengesampingkan risiko mengebor di tanah kaya minyak ini. Tetapi mereka tidak bisa disalahkan. Air dari PDAM sejak beberapa bulan tidak mengalir. Sedangkan tanaman sayuran harus tetap disiram. Belum lagi kebutuhan untuk mandi, masak, dan kakus.

Kekesalan ku mencapai klimaks saat hendak buang air kecil di kantor. Eh, air tak mengalir sehingga niat membuang hajat dipending. Aku segera buru-buru ke rumah kontrakan hanya untuk buang air kecil.

Aku penasaran, kenapa kota ini tidak kunjung disiram guyuran hujan deras. Lalu ku cari jawabannya ke BMKG. Prediksinya puncak hujan terjadi pertengahan bulan ini.

“Hmmm. Warga yang masih kesulitan air harus bersabar dua minggu lagi,” ucap ku dalam hati.

Belum berganti hari, aku dikagetkan hujan deras saat perjalan pulang ke kontrakan. Sangat deras, bercampur angin kencang.

Aku bersyukur, aku senang, malah ku paksakan motor melaju ditengah guyuran hujan. Nikmatnya itu disini. Hujan-hujanan, setelah beberapa minggu ini selalu terasa gerah.

Related Posts