Lima Plengkung Keraton Yogyakarta yang Sarat Sejarah

shares

Lima Plengkung Keraton Yogyakarta yang Sarat Sejarah


YOGYAKARTA – Plengkung atau gerbang menuju kerajaan, penting keberadaannya bagi Keraton Yogyakarta. Dahulu, pintu ini menjadi akses utama masyarakat untuk memasuki Keraton yang dikelilingi tembok benteng besar.

Keraton Yogyakarta memiliki lima plengkung, namun seiring perkembangannya, gerbang ini sekarang tinggal dua saja yang masih utuh, sedangkan tiga lainnya telah berubah dari bentuk aslinya. Walau telah hilang, namun keberadaan bangunan bersejarah tersebut tetap masih bisa terlihat.

Dari kelima plengkung yang ada, Plengkung Nirbaya merupakan bangunan terbesar dan paling utuh yang saat ini masih bisa ditemui. Plengkung ini juga sering disebut sebagai Plengkung Gading.

Berada di sebelah sebelah Selatan Alun-alun Kidul, Nirbaya berasal dari kata ‘Nir’ yang berarti tidak ada dan ‘baya’ berarti bahaya. Jika diterjemahkan dalam bahasa harfiah Jawa maka Nirbaya berarti tidak ada bahaya yang mengancam.

Konon, siapapun Sultan yang tengah bertahta dilarang untuk melintasi Plengkung Nirbaya ini selama hidupnya. Pasalnya, Gerbang Nirbaya dijadikan pintu keluar bagi jenazah Sultan saat hendak dimakamkan menuju ke Imogiri.

Plengkung lainnya, yaitu Plengkung Tarunosuro atau lebih terkenal dengan nama Plengkung Wijilan karena berada di daerah Wijilan, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Keraton, Yogyakarta. Plengkung ini terletak di sebelah timur Alun-alun Utara dan menjadi jalur utama lalu-lintas kendaraan.

Dinamakan Tarunosuro karena dulu pintu ini berisikan prajurit-prajurit muda yang menjaganya. Plengkung Tarunosuro masih untuh bangunannya, walau tembok benteng di kiri dan kanannya sudah hilang dan berubah jadi permukiman warga.

Selanjutnya, Plengkung Jagasura yang terletak di sebelah Barat Alun-alun Utara. Bentuk Plengkung Jagasura sudah tak utuh lagi dan tinggal menyerupai gapura saja.

Jagasura asal kata dari ‘Jaga’ berarti menjaga dan ‘Sura’ yang artinya pemberani. Jagasura berarti pasukan pemberani, dahulu gerbang ini dijaga oleh pasukan-pasukan Mataram yang gagah dan tegas.

Kemudian, Plengkung Madyasura. Terletak di sisi Timur Keraton Yogyakarta, Plengkung Madyasura juga dikenal dengan Plengkung Buntet alias tertutup. Plengkung ini pernah mengalami pemugaran dan disulap menjadi gapura saat masa pemerintahan Sri Sultan HB VIII.

Terakhir, Plengkung Jagabaya. Gerbang ini terletak di sisi Barat Keraton Yogyakarta. Plengkung ini juga sering disebut Plengkung Tamansari karena letaknya yang berada di kawasan Tamansari.

Jagabaya berarti menjaga dari marabahaya, dalam bahasa Jawa ‘Jaga’ berarti menjaga dan ‘Baya’ berarti bahaya. Kondisi Plengkung Jagabaya telah berubah dari bentuk aslinya dan kini hanya berupa gapura.

Related Posts